Minggu, 05 April 2009

Strong Candidate For Partai Golkar

Oleh; M.J Latuconsina


 Partai Golkar diperkirakan memiliki kans yang cukup besar untuk memenangkan pilkada langsung di Maluku. Pasalnya memiliki struktur kepengurusan yang komplet disemua lini, memiliki kaders yang berkualitas, memiliki basis finansial yang memadai, dan memiliki basis konstituen yang jelas. Oleh karena itu, siapa-pun figur yang memimpin partai ini, harus mampu menggunakan keunggulan partai tersebut, untuk memenangkan pilkada langsung di Maluku pada tahun 2008 mendatang.
Meskipun memiliki keunggulan untuk memenangkan pilkada langsung di Maluku, namun hingga saat ini, partai warisan Orde Baru tersebut masih berproses dalam rekruitmen calon kepala daerah. Padahal hasil Musdalub Golkar di penghujung tahun 2006 lalu telah mengusulkan pasangan Muhammad Abdullah Latuconsina dan Edison Betaubun sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Maluku, tapi sampai saat usulan itu belum ditetapkan melalui mekanisme partai.
Hal ini berarti masih memerlukan upaya maksimal dari pasangan Latuconsina-Betaubun, guna meyakinkan internal Partai Golkar melalui mekanisme partai, sehingga bisa merekomendasikan mereka sebagai pasangan resmi calon gubernur dan wakil gubernur Maluku, yang akan bersaing bersama kandidat lainnya dalam merebut jabatan gubernur dan wakil gubernur Maluku pada pilkada langsung. Upaya untuk mendapatkan rekomendasi Partai Golkar, tentu bukan sesuatu yang gampang-gampang saja.
Apalagi terdapat faksi-faksi dalam tubuh Partai Golkar Maluku, maka diperkirakan akan terjadi rivalitas internal dalam merebut rekomendasi partai warisan rezim Soeharto tersebut, guna berlaga dalam pilkada langsung Maluku tahun 2008 mendatang. Ini artinya usulan Latuconsina-Betaubun sebagai calon gubernur dan wakil gubernur melalui Musdalub bukan merupakan harga mati. Bisa saja terdapat kandidat lain yang bakal mengantongi rekomendasi Partai Golkar.
 Kalau kemudian langkah Latuconsina-Betaubun terhenti akibat gagal diakomodir oleh Partai Golkar, tentu faksi pendukung setia mereka di dalam tubuh Partai Golkar Maluku akan menuai kekecewaan atas keputusan tersebut, maka diperkirakan rivalitas internal Partai Golkar menjelang pilkada langsung Maluku akan semakin terbuka lebar, mereka akan tampil di front politik untuk saling menjegal. Akhirnya mesin partai tidak akan bekerja efektif guna memenangkan calon mereka dalam pilkada langsung.
 Bahkan langkah politik Latuconsina untuk mendaftar sebagai calon gubernur di PKS Maluku, [5] semakin menguatkan isu bahwa, dirinya tidak confidence (percaya diri) untuk menggunakan kendaraan Partai Golkar, sekaligus merupakan antisipasi darinya jika sewaktu-waktu gagal diakomodir oleh partai berlogo beringin itu. Langkah ini tentu dilandasi kalkulasi politik darinya, karena selain dia yang dinominasikan sebagai calon gubernur dari Partai Golkar terdapat nama-nama lain yang dinominasikan sebagai calon gubernur. 
 Hal ini mengindikasikan posisi Latuconsina hingga saat ini belum aman. Seandainya langkah Latuconsina terhenti akibat gagal mengantongi rekomendasi Partai Golkar, dan sebaliknya dia memberanikan diri tampil dalam pilkada langsung Maluku dengan menggunakan kendaraan politik partai lain, tentu ini suatu ‘kecelakaan sejarah’ yang dibuatnya. Jika perkiraan ini benar-benar terjadi, maka dipastikan pasca pilkada langsung Maluku, akan dilakukan Musdalub Golkar jilid II atas push (dorongan) dari faksi-faksi lain dalam tubuh Partai Golkar, yang selama ini bersebarangan dengan kepemimpinannya.
Tapi kalau akhirnya Latuconsina gagal melaju dalam pilkada langsung, karena tidak diakomodir oleh Partai Golkar sebagai calon gubernur, lantas selaku Ketua DPD Golkar Maluku menerima keputusan partai dengan berjiwa besar, sambil memposisikan dirinya sebagai vote getter dari partai ber-atribut kuning dalam pilkada langsung Maluku, tentu ini adalah pilihan demokratis yang ditempuhnya, sekaligus merupakan bentuk pendidikan politik yang baik kepada internal partai maupun kepada rakyat selaku konstituen.  
Strong Candidate
 Rakyat selaku konstituen Partai Golkar, hingga saat ini masih bertanya-tanya siapa figur calon gubernur yang bakal dijagokan Partai Golkar untuk berlaga dalam pilkada langsung Maluku. Padahal awalnya fokus perhatian rakyat pasca Musdalub Partai Golkar akhir tahun 2006 lalu, hanya teruju pada pasangan Latuconsina-Betaubun yang telah diusulkan peserta Musdalub sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Maluku.
 Namun ternyata terdapat figur-figur kandidat gubernur, yang dinominasikan Partai Golkar selain Latuconsina, membuat rakyat bertanya-tanya mungkinkah langkah Latuconsina untuk berlaga dalam pilkada langsung Maluku akan mulus, tanpa adanya pesaing berat yang membayang-bayanginya? Tentu, semuanya terpulang pada kemampuan kontestasi Latuconsina bersama figur-figur kandidat lainnya untuk merebut rekomendasi Partai Golkar pada Desember 2007 nanti.
Apakah Zeth Sahubarua, Ruswan Latuconsina, Fredy Latumahina, Suaidy Marasabessy dan sejumlah figur lainnya, yang turut dinominasikan oleh internal Partai Golkar akan mampu merebut simpati internal Partai Golkar, dan sanggup bertengger pada level populis hasil survey LSI sebagai calon yang kuat? Semua ini terpulang pada kemampuan personal politik figur-figur tersebut, guna memenangkan pertarungan internal di Partai Golkar, sekaligus berupaya mendongkrak popularitas mereka di mata rakyat. 
Kalau kompetisi kandidat didalam Partai Golkar dan hasil survei LSI menunjukan terdapat figur lain yang kuat mengungguli Latuconsina, diperkirakan akan berimplikasi terhadap semakin sulitnya Latuconsina mengantongi rekomendasi Partai Golkar. Selain itu, problem serius yang harus diatasi saat ini adalah semakin menguatnya faksionisme didalam tubuh Partai Golkar. Sehingga siapa-pun figur yang akhirnya dijagokan Partai Golkar sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, harus mampu mengkonsolidasi faksionisme tersebut menjadi power politik untuk memenangkan pilkada langsung.
Oleh karena itu, kalau dikemudian terdapat kekuatiran mesin Partai Golkar tidak bekerja efektif dalam upaya memenangkan pilkada langsung Maluku, sebagai akibat rivalitas antar faksi dalam tubuh Partai Golkar Maluku semakin sengit menjelang pesta demokrasi lokal tersebut, maka alternatifnya adalah Partai Golkar perlu menyeleksi kandididat gubernur yang memenuhi kualifikasi kuat (strong candidate). Sehingga mampu menjadi penentu kemenangan Partai Golkar saat pilkada langsung. 
 Jika Partai Golkar gagal menemukan calon yang kuat selain Latuconsina, maka kecintaan terhadap Partai Golkar harus ditingkatkan dimata rakyat menjelang pelaksanaan pilkada langsung. Hal ini akan berdampak signifikan terhadap bekerjanya mesin partai dalam memobilisasi massa konstituen guna memenangkan calon yang diusungnya. Tapi kalau sebaliknya mesin Partai Golkar melemah menghadapi pilkada langsung Maluku, maka alternatifnya adalah performa Latuconsina selaku calon gubernur perlu ditingkatkan popularitas-nya dimata rakyat, sehingga mampu mem-push kemenangannya dalam pilkada langsung.
Terkait dengan itu, menurut Imawan (2005), bahwa kecintaan pada partai politik, bisa dengan mudah melupakan kelemahan individual kandidat yang ditampilkan. Sebaliknya, kelemahan partai politik bisa dengan mudah diselamatkan oleh performa individu. Pola ini bisa dilihat pada kasus pilkada di Kabupaten Kutai Kertanegara dan di Kabupaten Kebumen. Di Kutai Kertanegara, kelemahan individual yang dimiliki oleh calon Golkar, yakni Syaukani dapat dengan mudah ditutupi oleh bekerjanya mesin politik Golkar dalam memobilisasi massa. Sebaliknya di Kebumen, citra PDI-P yang merosot tajam, terselamatkan oleh performa Rustriningsih selama menjabat bupati yang dipuji banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar