Jumat, 30 Maret 2012

Pemilu Timor Leste


Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), merupakan suatu negara yang terbilang masih mudah dikawasan Asia-Pasifik. Pasalnya baru pada 20 Mei tahun 2002 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menyerahkan kedaulatan Timor Leste, sebagai suatu negara merdeka dan berdaulat, setelah sebelumnya sejak tahun 1975 Timor Leste menjadi provinsi ke-27 di Indonesia. Di tengah usia Timor Leste yang terbilang masih belia, proses demokrasi di negara yang berada di belahan timur Pulau Timor ini melalui pemilu presiden tetap bergeliat. Hal ini bisa dilihat dari pemilu presiden, yang dilaksanakan pada tahun 2002, tahun 2007, dan pemilu presiden yang dilaksanakan pada tahun 2012.
Menarik untuk menyimak proses demokrasi di Timor Leste, yang dilakukan melalui pemilu presiden. Pasalnya proses demokrasi yang dilakukan melalui pemilu presiden selalu dilakukan dalam suasana yang kondusif, namun masa pemerintahan elite-elite politik, yang duduk sebagai perdana menteri seringkali terganggu di tengah jalan. Hal ini dikarenakan politik domestik yang dilakukan elite-elite politiknya tidak mengakomodasi kepentingan politik luar negerinya, maupun konflik antara elite-elite politik di level pemerintahan, yang duduk sebagai perdana menteri dengan faksi-faksi yang terdapat didalam tubuh militer Timur Leste.
Fenomena ini bisa disaksikan tatkala masa pemerintahan Perdana Menteri Marie bin Amude Alkatiri. Dimana pada Maret 2006, Marie bin Amude Alkatiri memecat sekitar 691 anggota Forcas Armadas de Libertacao Nacional de Timor Leste (Falintil), yang dianggap tidak disiplin dan melakukan desersi. Tindakan keras ini kemudian menimbulkan kerusuhan di kalangan militer negara itu. Kelompok-kelompok bersenjata saling menyerang, dan melakukan pembakaran rumah-rumah penduduk. Pada 25 Mei 2006 Menteri Luar Negeri José Ramos Horta meminta bantuan dari sejumlah negara asing untuk mengatasinya.
Pada akhir Mei Presiden Xanana Gusmao mengumumkan keadaan darurat, dan mengambil alih kekuasaan sehingga menimbulkan perselisihan dengan Marie bin Amude Alkatiri. Namun Marie bin Amude Alkatiri bertekad untuk mempertahankan kedudukannya, sambil mengatakan bahwa hanya pemilu sajalah, yang baru akan diadakan pada 2007, yang dapat menyingkirkannya. Pada 21 Juni 2006 Presiden Xanana Gusmao memberikan dua pilihan kepada Marie bin Amude Alkatiri mengundurkan diri atau dipecat. Pada 26 Juni 2006, ia mengumumkan pengunduran dirinya, setelah sehari sebelumnya José Ramos Horta menyatakan mundur dari jabatannya sebagai menteri luar negeri dan menteri pertahanan, dan tujuh anggota kabinet lainnya di bawah Marie bin Amude Alkatiri  menyatakan siap mundur.(Wikipedia, 2006).
Terlepas dari prahara politik tersebut, pada pemilu presiden Timor Leste yang dilaksanakan pada tahun 2002, Xanana Gusmao yang diusung oleh Partai Conselho Nacional de Resistencia Timorense (CNRT) terpilih sebagai Presiden Timor Leste, dan Perdana Menteri Marie bin Amude Alkatiri, yang berasal dari Partai Frente Revolucionario de Timor Leste Independente (Fretilin). Pada pemilu presiden Timor Leste yang dilaksanakan pada tahun 2007 José Ramos Horta, yang usung Partai CNRT terpilih sebagai Presiden, dan Perdana Menteri Xanana Gusmao yang berasal dari Partai CNRT.
Pada tahun 2012 ini dilaksanakan pemilu presiden Timor Leste yang ketiga. Sebelumnya terdapat 13 calon presiden yang bersaing dalam pemilu presiden Timor Leste kali ini, namun dalam proses pemilu presiden tersebut, salah satu calon presiden yakni  Francisco Xavier do Amaral, yang dicalonkan Partai  Timorense Social Democratic Association (TSDA) meninggal dunia,  sehingga menyisahkan 12 kandidat presiden. Meninggalnya Francisco Xavier do Amaral membuat pemilu presiden Timor Leste, yang dijadwalkan oleh Commisaun Nacional de Eleiçoens (CNE) akan dilaksanakan pada 17 Maret 2012 nyaris gagal.
Hal ini dikarenakan pada pasal 26 udang-undang pemilu Timor Leste menyebutkan, jika seorang calon presiden meninggal atau tidak dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, proses pemilu harus dibatalkan dan mulai dari awal. Akan tetapi guna merespons kebuntuan regulasi sebagai akibat berlakunya pasal 26 itu, maka parlemen Timor Leste pun secara maraton melakukan amandemen terhadap pasal dimaksud, sehingga bisa memecahkan kebuntuan regulasi demi jalannya pemilu presiden Timor Leste, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh CNE.
Dari 12 kandidat presiden Timor Leste, yang meramaikan  bursa pencalonan presiden pada pemilu presiden Timur Leste di tahun 2012 ini, terdapat sejumlah calon presiden yang sejak awal pelaksanaan pemilu presiden Timur Leste diunggulkan bersaing ketat, untuk merebut jabatan presiden Timor Leste periode 2012-2017. Para calon presiden unggulan tersebut adalah ; José Ramos Horta Presiden Timor Leste, Taur Matan Ruak mantan Panglima Falintil, dan Francisco Guterres Lu-Olo pimpinan Partai Fretilin.
Di tengah kontestasi ketiga calon presiden unggulan tersebut, sebenarnya konfigurasi politik dalam pemilu presiden Timor Leste di tahun 2012 ini, mengalami dinamika yang signifikan jika dibandingkan dengan pemilu presiden Timor Leste tahun 2007 lalu. Hal ini dikarenakan, José Ramos Horta pada pemilu lima tahun lalu didukung oleh Partai CNRT pimpinan Xanana Gusmao, namun kali ini José Ramos Horta tidak mendapat dukungan dari Partai CNRT. Dukungan itu dialihkan kepada Taur Matan Ruak mantan panglima Falintil, sementara Francisco Guterres Lu-Olo yang didukung oleh Partai Fretilin, tetap confidence  sejak awal akan memenangkan pemilu presiden Timor Leste putaran pertama, karena lima tahun lalu dalam pemilu presiden putaran kedua dia terhempas oleh keunggulan José Ramos Horta.
Ketiga calon presiden itu akhirnya benar-benar membuktikan diri unggul dari sembilan calon presiden lainnya, yang turut tampil meramaikan kontestasi pemilu presiden Timor Leste kali ini. Pasalnya pada pemilu presiden Timor Leste putaran pertama, yang dilaksakan pada 17 Maret 2012 lalu,  menempatkan Francisco Guterres Lu-Olo pada posisi pertama perolehan suara, dengan meraih 27,625 persen suara, disusul Taur Matan Ruak menempati tangga kedua perolehan suara, dengan memperoleh 24,23 persen suara, dan pada posisi ketiga perolehan suara ditempati José Ramos Horta, dengan hanya meraih 19,13 persen suara.(Koran Tempo, 19/3/2012).
Dari hasil pemilu presiden Timor Leste putaran pertama tersebut, akhirnya mengkandaskan keinginan José Ramos Horta untuk berlaga pada pemilu presiden Timor Leste putaran kedua, sekaligus menguburkan impiannya untuk kembali bertahtah sebagai presiden Timor Leste periode 2012-2017. Sebab suara yang diraih mantan menteri luar negeri Timor Leste ini, tidak mencukupi syarat untuk melaju ke ronde kedua pemilu presiden Timor Leste. Sehingga Francisco Guterres Lu-Olo, dan Taur Matan Ruak akan maju pada ronde kedua pemilu presiden Timor Leste. Hal ini dikarenakan, dalam undang-undang yang mengatur pemilu presiden Timor Leste menyebutkan, pemilu presiden putaran kedua dilakukan jika ada dua kandidat presiden, yang memiliki suara terbanyak dari hasil pemilu presiden putaran pertama.
Baik Francisco Guterres Lu-Olo, yang dicalonkan Partai Fretilin ,dan Taur Matan Ruak yang dicalonkan Partai CNRT, sama-sama memiliki peluang untuk memenangkan pemilu presiden Timor Leste putaran kedua pada April 2012 nanti. Namun siapa yang lebih layak, dan pantas memimpin negara eks jajahan Portugal tersebut sebagai presiden Timor Leste periode 2012-2017, tentu semuanya terpulang kepada kemampuan mereka masing-masing, untuk mengkonsolidasikan kekuatan politik melalui koalisi dengan partai-partai politik, sekaligus mampu memberikan kepercayaan kepada rakyat, melalui kampanye pada pemilu presiden Timor Leste ronde kedua bahwa, mereka lebih layak dan pantas untuk memimpin Timor Leste lima tahun mendatang.(M.J.Latuconsina).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar