Minggu, 05 April 2009

Rivalitas Incumbent (Membaca Peluang Ralahalu-Latuconsina)

Oleh; M.J Latuconsina


 Tidak berbeda jauh dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di Kabupaten Buru dan Kota Ambon, dimana terjadi rivalitas antara incumbent (pejabat yang tengah memerintah), yang mempertemukan bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota dalam arena pilkada langsung. Hal serupa dipastikan bakal terjadi dalam pilkada langsung provinsi Maluku, dimana akan tampil dua kandidat incumbent dalam pesta demokrasi lokal tersebut.
Dua incumbent itu adalah gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu dan wakil gubernur Maluku, Muhammad Abdullah Latuconsina. Bahkan guna memuluskan langkah mereka untuk berlaga dalam pilkada langsung di Maluku, kedua figur ini beberapa waktu lalu berupaya merebut jabatan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Maluku, dan Ketua DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Maluku.
Upaya politik kedua figur tersebut akhirnya benar-benar membuahkan hasil, dimana kedua-duanya terpilih untuk memimpin PDI-P Maluku dan Partai Golkar Maluku, melalui mekanisme yang demokratis. Impian Ralahalu untuk menggunakan kendaraan politik PDI-P sudah terwujud, dengan direkomenadiskannya ia bersama Habieb Asagaf sebagai duet pasangan calon kepala daerah (calkada) dan calon wakil kepala daerah (cawalkada).
Sedangkan impian Latuconsina untuk menggunakan kendaraan politik Partai Golkar, dalam pilkada langsung dipastikan juga akan terwujud dalam waktu dekat ini. Pasalnya dari hasil survey yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), masih menempatkan Latuconsina dalam urutan pertama calkada yang diunggulkan, mengungguli calon-calon lain yang masuk nominasi survey tersebut. 
Peluang Ralahalu
Mantan perwira tinggi TNI-AD ini, memiliki kans yang besar untuk memenangi pilkada langsung ketimbang calkada lainnya. Sebab; pertama saat ini ia sedang menempati jabatan gubernur Maluku, dimana memiliki popularitas dimata rakyat, kedua selaku gubernur, ia dengan leluasa melakukan kegiatan-kegiatan sosial-kerakyatan melalui kunjungan kerja ke kabupaten/kota, yang dikemas sebagai kampanye untuk mensosialisasikan dirinya kepada rakyat.
Perkiraan ini bukan tanpa argumen yang kuat, menurut LSI (2/6/2007), besarnya peluang kepala daerah terpilih kembali tidak bisa dilepaskan dari keuntungan yang didapat oleh kepala daerah. Keuntungan langsung yang didapat adalah dalam bentuk popularitas. Kepala daerah kemungkinan adalah orang yang paling dikenal pemilih. 
Aspek popularitas dengan mudah bisa didapat oleh kepala daerah incumbent. Foto-foto kepala daerah biasa ditempel di kantor-kantor kepala desa atau rumah-rumah penduduk. Nama kepala daerah juga tiap hari muncul di media lokal. Faktor ini tentu berpengaruh terhadap preferensi politik pemilih. Pasalnya para pemilih akan memilih kandidat yang dikenal/paling tidak pernah didengar. 
Sementara keuntungan tidak langsung yang didapat oleh kepala daerah incumbent dari aktivitasnya sebagai kepala daerah. Kunjungan ke daerah, mengunjungi rumah masyarakat hingga meresmikan sebuah proyek pembangunan dapat dibungkus sebagai kampanye untuk mengenalkan diri kepada masyarakat. 
Kepala daerah yang tengah memerintah masih mempunyai peluang lebih besar dalam memenangkan pilkada langsung. Dari 230 kepala daerah incumbent yang maju kembali sebagai calon kepala daerah, sebanyak 143 orang (62.17%) menang dan terpilih kembali sebagai kepala daerah. Sisanya, sebanyak 87 orang (37.83%) kalah dari lawan lain. 
Melihat argumentasi LSI itu, tentu Ralahalu memiliki kans yang besar memenangi pilkada langsung di Maluku. Pasalnya popularitasnya menjadi modal politik, untuk memenangkan pilkada langsung Maluku. Namun diluar keunggulan tersebut, terdapat dua kelemahan yang dimilikinya. Pertama, mesin partai yang ia pimpin. Setelah ia terpilih sebagai Ketua DPD PDI-P Maluku, faksi-faksi yang kalah dalam merebut jabatan Ketua DPD PDI-P Maluku, hingga saat ini masih merasa tidak puas dengan kepemimpinannya. 
Kedua, figur cawalkada yang diakomodir PDI-P untuk berpasangan dengan Ralahalu, tidak memiliki basis pemilih yang rill di Maluku. Sehingga kemenangan duet pasangan ini, akan sangat ditentukan oleh personalitas Ralahalu selaku calkada. Pasalnya pasangan cawalkada yang mendampingi Ralahalu bukan figur cawalkada yang kuat, dan memiliki popularitas sebanding dengan Ralahalu. 
Salah satu staretgi politik yang perlu dilakukan Ralahalu, yakni melakukan konsolidasi internal partai secara intens, diseluruh level kepengurusan partai, yang ditindaklanjuti dengan upaya meningkatkan popularitas pasangan figur cawalkada yang berduet dengannya. Melalui upaya ini, diharapkan akan mampu mendongkrak perolehan suaranya dalam pilkada langsung. 
Peluang Latuconsina
 Mantan birokrat karier ini juga memiliki kans yang besar untuk memenangkan pilkada langsung, namun masih dibayangi oleh keunggulan Ralahalu. Pasalnya dalam posisi sebagai wakil gubernur; pertama, ia tidak dalam posisi kuat layaknya Ralahalu yang menempati posisi gubernur, kedua ia tidak sepopuler Ralahalu. Hal ini cukup beralasan karena wakil gubernur hanya berposisi sebagai orang nomor dua. Dimana dalam berbagai acara, yang kerap tampil adalah gubernur. Karena itu popularitas wakil gubernur tidak-lah sekuat gubernur.(LSI,2/6/2007).  
Meski dibayang-bayangi oleh keunggulan Ralahalu, namun jika kedepan Latuconsina mampu mengakomodir figur cawalkada yang populer dan memiliki basis pemilih rill, melebihi pasangan cawalkada yang diakomodir PDI-P untuk berduet dengan Ralahalu, dipastikan ia bakal melejit untuk memenangkan pilkada langsung di Maluku. Untuk itu, cawalkada, yang akan berpasangan dengan Latuconsina sangat menentukan sukses tidaknya ia dalam memenangi pilkada langsung. 
Dibandingkan dengan PDI-P, ternyata Partai Golkar yang ia pimpin memiliki tingkat fragmentasi faksi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi akibat konflik internal yang kerap melanda Partai Golkar dari waktu ke waktu. Namun fragmentasi faksi itu, rupanya sudah ditindaklanjuti Latuconsina dengan melakukan konsolidasi internal Partai Golkar di semua level kepengurusan. Sehingga akan meningkatkan bekerjanya mesin Partai Golkar, dalam memenangkan pilkada langsung.
Dibalik semua ini, Partai Golkar menaruh harapan besar agar Latuconsina dapat memenangkan pilkada langsung di Maluku. Tapi jika sebaliknya ia tidak dapat memenangkan pilkada langsung di daerah ini, tentu akan semakin menambah jumlah incumbent wakil kepala daerah, yang gagal memenangkan pilkada langsung pada sejumlah provinsi, dan kabupaten/kota di tanah air. 
Pasalnya menurut LSI (2/6/2007) dari 296 wilayah yang telah melangsungkan pilkada pada Juni 2005-Desember 2006, terdapat 63 orang wakil kepala daerah incumbent yang maju sebagai kandidat kepala daerah. Dari 63 orang wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil walikota) yang maju sebagai calon kepala daerah, lebih banyak ditandai dengan kegagalan. Hanya 18 orang yang menang (28.57%). Selebihnya, sebanyak 45 orang (71.43%) gagal terpilih sebagai kepala daerah yang baru. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar